Jumat, 08 Maret 2013

Pemajemukan


Tugas 
M O R F O L O G I
(Pemajemukan)
OLEH

NIKARLINA
F 111 11 102
SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
A.    Pengertian
Pemajemukan  adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan dua     buah kata yang menimbulkan suatu kata baru (M. Ramlan, 1985 ).
Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan morfem dasar yang hasil keseluruhannya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bukan pemajemukan (Harimurti Kridalaksana, 1982 ).
Kata majemuk atau kompositum adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Sedangkan menurut Ramlan kata majemuk adalah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata.
B.     Ciri-ciri kata majemuk
Menurut Harimurti Kridalaksana ada 3 ciri-ciri yang dapat membedakan kata majemuk dari frase. Ciri-ciri itu ialah :
1.      Ketatersisipan
Ketaktersisipan artinya di antara komponen-komponen kompositum tidak dapat disisipi apa pun. Misalnya : Buta warna, alih nama, diam diri, dll. Sedangkan alat negara merupakan frase karena dapat disisipi partikel dari, menjadi alat dari negara.
2.      Ketakterluasan
Ketakterluasan artinya komponen kompositum itu masing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum hanya mungkin untuk semua komponennya sekaligus. Misalnya komponen kereta api dapat dimodifikasikan menjadi perkeretaapian.
3.      Ketakterbalikan
Ketakterbalikan artinya komponen kompositum tidak dapat dipertukarkan. Gabungan seperti bapak ibu, pulang pergi, dan lebih kurang bukanlah kompositum, melainkan frase koordinatif karena dapat dibalikkan (gabungan kata semacam ini memberi kesempatan kepada penutur untuk memilih mana yang akan didahulukan). Konstruksi seperti arif bijaksana, hutan belantara, bujuk rayu bukanlah frase melainkan kompositum karena tidak dapat dibalik menjadi bijaksana arif, belantara hutan, rayu bujuk.
            Sedangkan menurut Ramlan ciri-ciri kata majemuk adalah sebagai berikut :
a.       Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata.
         Yang dimaksud dengan istilah pokok kata ialah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatik tidak memiliki sifat bebas, yang dapat di jadikan bentuk dasar bagi sesuatu kata. Misalnya : juang, temu, lomba, tempur, tahan, dan masih banyak lagi.
         Satuan gramatik yang unsurnya berupa kata dan pokok kata, atau kata semua, berdasarkan ciri ini, merupakan kata majemuk. Unsur yang berupa kata dan pokok kata misalnya : kolam renang, pasukan tempur, barisan tempur, medan tempur, brigade tempur, daya tempur, lomba lari, tenaga kerja dan masih banyak lagi. Sedangkan unsur yang berupa kata yaitu kolam, pasukan, barisan, medan, brigade, daya, lari, kamar, jam, waktu, tenaga dan masa. Dan untuk kata majemuk yang terdiri dari pokok kata semua misalnya terima kasih, lomba tari, lomba rias, lomba nyanyi, lomba renang, tanggung jawab, simpan pinjam, jual beli, dan sebagainya.
b.       Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah strukturnya.
Misalnya :
²  ia menjadi kaki tangan musuh
²  ia menjadi kaki dan tangan musuh
²  kaki dan tangannya sudah tidak ada
dari kalimat di atas terlihat bahwa  kaki tangan merupakan kata majemuk karena kedua unsurnya tidak mungkin di pisahkan. Satuan anak buah berbeda dengan anak orang sekalipun unsurnya sama, berupa kata nominal semua. Pada anak orang unsur anak dan orang dapat dipisahkan, atau dapat diubah struktunya. Tetapi unsur-unsur pada anak buah tidak dapat dipisahkan dan juga tidak dapat diubah strukturnya. Demikianlah dapat disimpulkan bahwa anak buah adalah kata majemuk, sedangkan anak orang adalah frase. Berikut beberapa contoh kata majemuk berdasar ciri ini : ruang makan, baju dalam, daun pintu, mata pencaharian, pejabat tinggi, kapal terbang, anak timbangan, dan lain-lain.
c.       Salah satu atau semua unsurnya berupa morfem unik.
Morfem unik yaitu morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu   satuan tertentu. Ada beberapa kata majemuk yang salah satu dari unsurnya berupa morfem unik. Misalnya simpang siur. Kata majemuk ini terdiri dari unsur simpang yang bukan merupakan morfem unik karena di samping simpang siur terdapat pula kata menyimpang, persimpangan, simpang lima dan unsur siur yang merupakan morfem unik karena satuan ini tidak dapat berkombinasi dengan satuan lain kecuali simpang. Contoh lain, misalnya sunyi senyap, gelap gulita, terang benderang, dengan senyap, gulita, dan benderang sebagai morfem unik.     














DAFTAR PUSTAKA
Kridalaksana, Harimurti. 2010. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.  
Ramlan, M.. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono.

Morfologi


Tugas I
M O R F O L O G I

f5xr.bmp
OLEH

NIKARLINA
F 111 11 102
SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
A.    Pengertian Morfologi
Morfologi ialah ilmu yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal yang mana setiap kata juga dapat dibagi atas beberapa segmen terkecil yang disebut fonem. Misalnya, kata Medan terdiri atas lima fonem, tetapi kata itu sendiri atas satu morfem saja.
B.     Morfem bebas dan terikat; dasar dan imbuhan, kontinu dan diskontinu
Morfem lazimnya dibedakan sebagai morfem bebas (free morpheme) dan morfem terikat (boud morpheme). Morfem bebas dapat “berdiri sendiri”, yaitu bisa terdapat sebagai suatu “kata”, sedang morfem terikat tidak terdapat sebagai kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem yang lain menjadi satu kata. Misalnya kata cinta, makan, dan satu adalah morfem bebas, sedangkan ber- atau  memper- terdapat hanya sebagai bagian kata dan terikat.
Selanjutnya morfem-morfem dibedakan sebagai morfem asal dan morfem imbuhan. Misalnya dalam kata berlibur morfem libur adalah morfem asal dan ber- adalah morfem imbuhan. Suatu pembedaan penting dalam hal morfem terikat ada pula diantara morfem utuh (continuous morpheme) dan morfem terbagi (discontinuous morpheme). Morfem imbuhan terbagi terdapat bila bentuknya dibagi menjadi dua atau lebih bagian yang berjauhan secara linear; misalnya ber- sama dengan –kan merupakan satu morfem saja.
C.    Kata dan struktur morfemis kata
Kita harus menganalisa kata menurut struktur morfem yang terdapat di dalamnya. Tentu saja sebuah kata dapat terdiri atas satu morfem saja: contohnya, meja, perosok, halus, zat. Kata yang demikian disebut “monomorfemis” (monomorphemic word). Kata yang terdiri lebih dari satu morfem disebut “polimorfemis” (polymorphemic word). Sebuah kata dapat terdiri atas morfem asal + morfem asal dan struktur tersebut disebut kata majemuk.
D.    Variasi alomorfemis
Variasi alomorfemis diuraikan menjadi dua:
  1. Yang berdasarkan kaidah-kaidah morfofonemis yang dalam bahasa Inggris disebut morphophonemic rules, atau morphophonological rules atau morphonological rules. Sebagaimana sudah nampak di istilah “morfofonemis”, kaidah-kaidah yang diberi nama itu adalah kaidah morfemis dan fonemis sekaligus. Contohnya: membuat, melamun, menghambat. Bentuk asalnya masing-masing adalah buat, lamun, dan hambatan, jadi “tinggal” alomorfem yang masing-masing berbentuk mem-, me-, meng-.
  2. Yang berdasarkan kaidah-kaidah alomorfemis yang lain yang tidak berupa morfofonemis yang jelas tampak dari imbuhan lazimnya yang disebut imbuhan “tak teratur”. Misalnya meskipun kaidah “teratur” untuk jamak kata benda dalam bahasa Inggris membedakan antara tiga akhiran saja, yaitu /s/, /z/, dan /ɪz/, namun kita mengenal juga contoh seperti child-children (tambah -/rən/), ox-oxen (tambah -/ən/). Tentu saja variasi alomorfemis tersebut tidak berdasarkan alasan-alasan fonemis. Variasi alomorfemis ditentukan oleh kaidah alomorfemis. Sebagian dapat disebut kaidah “morfofonemis” dengan alasan bahwa untuk sebagian besar kaidah semacam itu diatur oleh sesuatu penyesuaian diantara fonem yang berdekatan akibat perangkaian morfem-morfem bersangkutan; tetapi tidak seluruhnya.
E.     Morfem, morf, dan alomorf
Morfem itu pada umumnya berwujud abstrak. Morfem terikat yang bersangkutan dapat kita rumuskan sebagai {mə(N)-}; kurung kurawal lazim dipakai untuk mengapit sebuah morfem bila penandaan itu perlu atau berguna. Unsur abstrak adalah symbol N yang menyatakan adanya nasalisasi, dan kurung biasa yang mengapit simbol tersebut untuk menyatakan bahwa penyengauan tadi tidak selalu direalisasikan. Kaidah-kaidah morfofonemisnya masih memiliki unsur konkrit secara fonemis, yaitu adanya suatu sibilant. Satu-satunya cara untuk merumuskan morfem penjamakan kata benda dalam bahasa Inggris seharusnya adalah: {jamak}, atau entah sembarang simbol yang lain (misalnya{J}) yang kita kehendaki, asalkan realisasi alomorfemis tidak tampak dalam bentuk fonemis, karena dasar umum fonemis untuk semua alomorf morfem {jamak} tersebut tidak ada. Morf sebetulnya tidak lain dari salah satu bentuk alomorfemis dari suatu morfem, tetapi bentuk yang hendak dipilih dianggap mewakili secara kongkrit morfem yang bersangkutan. Istilah “morf” dipakai demi manfaat praktisnya. Misalnya bila kita menguraikan morfologi kala lampau kata kerja inggris, maka, sesuai dengan asas-asas di atas (dimana morfem penjamakan kata benda dalam bahasa inggris dilambangkan sebagai {jamak}), dapat kita pakai pelambangan {lampau} misalnya. Tetapi seringkali hal itu tidak praktis; lebih gampang memakai pelambangan {-id} saja (atau malah dalam bentuk otografisnya, yaitu {-ed}), walaupun hal itu kurang cocok dengan pembentukan waktu lampau kata kerja “kuat” (strong verb), misalnya bila go menjadi went.
F.     Asimilasi morfofonemis
Konsep asimilasi dalam istilah “asimilasi morfofonemis” lebih luas daripada asimilasi fonetis dan asimilasi fonemis. Dalam asimilasi fonetis ada penyesuaian suatu bunyi pada suatu bunyi yang lain, tetapi identitas fonem dipertahankan, jadi perubahan yang bersangkutan terjadi sebagai variasi alofonemis saja. Asimilasi morfofonemis terdapat pada batas morfem saja, dan sedemikian rupa sehingga satu dari morfem yang berdampingan itu adalah morfem imbuhan.
G.    Beberapa jenis morfem; proses morfemis
Morfem-morfem dapat dibedakan juga menurut proses mana yang dapat dihasilkan dengannya. Morfem-morfem yang dapat dipakai untuk proses tersebut ialah: (a) afiks; (b) klitika; (c) modifikasi intern; (d) reduplikasi; (e) komposisi. Nama proses yang dihasilkan adalah: (a) afiksasi; (b) klitisasi; (c) modifikasi intern; (d) reduplikasi; (e) komposisi. Untuk (c) sampai (d) dapat dipakai sebagai nama proses. Nama proses “klitisasi” tidak lazim digunakan para ahli lingguistik.
H.    Afiksasi
Afiksasi adalah penambahan dengan afiks . Afiks itu selalu berupa morfem terikat, dan dapat ditambah pada awal kata (prefiks) dalam proses yang disebut prefikasi, pada akhir kata (safiks) dalam prosses yang disebut sufiksasi, untuk sebagian pada awal kata serta untuk sebagian pada akhir kata (konfiks, ambifiks, atau simulfiks) dalam proses yang disebut konfiksasi, ambifiksasi atau simulfiksasi, atau di dalam kata itu sendiri sebagai suatu “sisipan” (infiks) dalam proses yang disebut infiksasi . Proses afiksasi amat berbeda-beda dalam berbagai bahasa. Prinsipnya selamanya konfiks tidak sama dengan prefiks plus sufiks.
I.       Klitisasi
Istilah klitika jarang dipakai, biasanya kita temukan istilah proklitik, enklitik. Proklitika adalah klitika pada awal kata, dan enklitika terdapat pada akhur kata. Istilah klitika (pro- dan en-) sering dipakai untuk menyebutkan kata-kata singkat yang tidak beraksen dan oleh karena itu selalu harus ‘bersandar’ pada suatu kata yang beraksen sebagai kokonstituennya. Menurut pengertian ini suatu klitika paling sedikit bisa berupa kata, jadi morfem bebas. Dalam pengertian kita di sini klitika adalah selalu morfem terikat. Sebagai contoh klitika dalam bahasa Indonesia: akhiran –lah, -kah, dan –pun.
J.      Modifikasi intern
Istilah “modifikasi intern” dipinjam dari istilah Inggris internal modification. Yang dimaksudkan di sini ialah perubahan vocal, misalnya dalam proses morfemis kata-kata Arab tertentu. Modifikasi demikian kita temukan pula dalam banyak bahasa Indo-Eropa, dalam kata kerja “kuat” misalnya, seperti dalam bahasa Inggris: sing-sang-sung, take-took-taken, dan lainnya. Alasan untuk menolak penafsiran modifikasi intern sebagai proses morfemis dalam contoh-contoh tadi cukup meyakinkan. Seandainya kita tafsirkan demikian, maka secara konsekwen harus kita simpulkan pula bahwa ada morfem akar m-nd-r, b-l-k, -ayur, dan untuk hal itu tidak ada paralel dalam morfologi bahasa Indonesia.
K.    Reduplikasi
Proses reduplikasi (reduplication) terdapat dalam banyak sekali bahasa, meskipun dalam bahasa “tipe” tertentu hampir tidak dijumpai. Konstituen yang dikenal reduplikasi dapat monomorfemis, dapat polimorfemis juga: meja-meja, kebun-kebun, ancaman-ancaman, perkecualian-perkecualian, dan lainnya. Reduplikasi seperti itu disebut reduplikasi penuh (full reduplication): seluruh bentuk asal direduplikasikan.
L.     Komposisi
Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem asal yang menghasilkan satu kata. Seperti sudah diuraikan di atas kata majemuk terdiri atas dua atau lebih morfem asal.
M.   Afiksasi dan paradigma
Afiksasi sering dikatakan menghasilkan suatu “paradigma”. Paradigma adalah daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem asal yang sama. Dalam ilmu lingguistik ada dua pengertian mengenai paradigma tadi: (a) Semua perubahan afiksasi yang mempertahankan identitas kata; (b) semua perubahan yang melampaui identitas kata. Misalnya dalam hal (a) terdapat mengajar, diajar, ajar, mengajarnya, diajarnya, kuajar, kauajar, dan boleh dikatakan bahwa semua hasil afiksasi tersebut tidak meninggalkan identitas kata, yang kita identitaskan lazimnya dengan memilih bentuk yang berawalan /mə(N)-/: dalam hal ini mengajar. Pengertian (b) tentang istilah “paradigma” sudah tidak begitu umum lagi dan lebih lazim pengertian (a) dipakai. Jadi pengertian istilah “paradigma” disempit dengan cara itu, karena daftar lengkap perubahan afiksasi menurut cara (b) jauh lebih panjang daripada daftar yang dihasilkan dengan cara (a).
N.    Fleksi dan derivasi
Istilah “fleksi” atau “infleksi” berarti semua perubahan paradigmatic yang dihasilkan dengan proses morfemis manapun, entah dengan afiksasi, modifikasi intern, entah dengan reduplikasi yang parsial; variasi paradigmatic dengan reduplikasi penuh tidak lazim disebut fleksi. Derivasipun tidak harus terjadi dengan proses afiksasi saja, karena modifikasi intern atau reduplikasi dapat dipakai juga. Infleksi afiksasionil terbatasi pada paradigma itu. Semua proses afiksasi yang lain termasuk derivasi. Berbeda dari kaidah fleksi, kaidah derivasi merupakan kaidah berurutan. Misalnya kata mengajar diderivasikan dari morfem asal ajar, tetapi pengajar diderivasikan dari mengajar dulu, dan baru melalui mengajar dari ajar. Akhirnya proses fleksi lazimya diberi nama khusus menurut kelas kata yang mengalami prose situ. Fleksi kata kerja disebut “konyugasi” (conjugation) dan fleksi kata benda, kata sifat dan kata ganti disebut “deklinasi” (declination).
O.    Produktivitas
Proses morfemis dibagi atas yang “produktif” (productive) dan yang tidak produktif (nonproductive). Proses morfemis dikatakan produktif bila dapat diterapkan pada konstituen yang tidak lazim, atau belum pernah mengalaminya, dan proses tersebut dikatakan bersifat tidak produktif bila tidak dapat diterapkan pada konstituen yang belum pernah mengalaminya. Proses morfemis yang tidak produktif menghasilkan suatu daftar “tertutup” (closed list), dan proses produktif menghasilkan suatu daftar “terbuka” (open list).
P.     Beberapa istilah tambahan
Dalam proses paradigmatic biasanya ada beberapa “makna” yang dinyatakan oleh perubahan paradigmatis itu. Di sini disebutkan: jumlah, orang, jenis, kala, diatesis, aspek, modus, kasus. Jumlah dibedakan sebagai tunggal (singular), jamak (plural) dan dual (aksenkan pada silabe kedua). Orang dibagi atas orang pertama, kedua, dan ketiga dan dalam banyak bahasa orang pertama jamak terdiri atas jamak eksklusif (exclusive) dan jamak inklusif (inclusive). Jenis ada bermacam-macam: dalam beberapa bahasa Indo-Eropa dibedakan maskulin (maculine), feminine (feminine) dan neutrum (neuter), tetapi dalam bahasa tertentu ada jauh lebih banyak. Bila kala terdapat dalam suatu bahasa, sering kita temukan kala sekarang (present), kala lampau (past), kala yang akan datang (future). Diatesis sering sekali dibedakan atas aktif (active) dan pasif (passive), tetapi ada beberapa bahasa yang memiliki diatesis medial (middle voice atau medium). Aspek terdapat sebagai eventif (eventive), progresif (progressive) dan inkhoatif (inchoative). Modus terdapat sebagai indikatif (indicative) dan konyungtif atau subyungtif (conjunctive; subjunctive).