Tugas I
M O R F O L O G I

OLEH
NIKARLINA
F 111 11 102
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
A.
Pengertian
Morfologi
Morfologi ialah ilmu yang mempelajari
susunan bagian-bagian kata secara gramatikal yang mana setiap kata juga dapat
dibagi atas beberapa segmen terkecil yang disebut fonem. Misalnya, kata Medan terdiri atas
lima fonem, tetapi kata itu sendiri atas satu morfem saja.
B.
Morfem
bebas dan terikat; dasar dan imbuhan, kontinu dan diskontinu
Morfem lazimnya dibedakan sebagai morfem bebas (free
morpheme) dan morfem terikat (boud morpheme). Morfem bebas dapat “berdiri
sendiri”, yaitu bisa terdapat sebagai suatu “kata”, sedang morfem terikat tidak
terdapat sebagai kata tetapi selalu dirangkaikan dengan satu atau lebih morfem
yang lain menjadi satu kata. Misalnya kata cinta, makan, dan satu adalah
morfem bebas, sedangkan ber- atau memper- terdapat hanya
sebagai bagian kata dan terikat.
Selanjutnya morfem-morfem dibedakan sebagai morfem asal dan
morfem imbuhan. Misalnya dalam kata berlibur morfem libur adalah
morfem asal dan ber- adalah morfem imbuhan. Suatu pembedaan penting
dalam hal morfem terikat ada pula diantara morfem utuh (continuous morpheme)
dan morfem terbagi (discontinuous morpheme). Morfem imbuhan terbagi terdapat
bila bentuknya dibagi menjadi dua atau lebih bagian yang berjauhan secara
linear; misalnya ber- sama dengan –kan merupakan satu morfem
saja.
C.
Kata
dan struktur morfemis kata
Kita harus menganalisa kata menurut struktur morfem yang
terdapat di dalamnya. Tentu saja sebuah kata dapat terdiri atas satu morfem
saja: contohnya, meja, perosok, halus, zat. Kata yang demikian disebut
“monomorfemis” (monomorphemic word). Kata yang terdiri lebih dari satu morfem
disebut “polimorfemis” (polymorphemic word). Sebuah kata dapat terdiri atas
morfem asal + morfem asal dan struktur tersebut disebut kata majemuk.
D.
Variasi
alomorfemis
Variasi
alomorfemis diuraikan menjadi dua:
- Yang berdasarkan kaidah-kaidah morfofonemis yang dalam bahasa Inggris disebut morphophonemic rules, atau morphophonological rules atau morphonological rules. Sebagaimana sudah nampak di istilah “morfofonemis”, kaidah-kaidah yang diberi nama itu adalah kaidah morfemis dan fonemis sekaligus. Contohnya: membuat, melamun, menghambat. Bentuk asalnya masing-masing adalah buat, lamun, dan hambatan, jadi “tinggal” alomorfem yang masing-masing berbentuk mem-, me-, meng-.
- Yang berdasarkan kaidah-kaidah alomorfemis yang lain yang tidak berupa morfofonemis yang jelas tampak dari imbuhan lazimnya yang disebut imbuhan “tak teratur”. Misalnya meskipun kaidah “teratur” untuk jamak kata benda dalam bahasa Inggris membedakan antara tiga akhiran saja, yaitu /s/, /z/, dan /ɪz/, namun kita mengenal juga contoh seperti child-children (tambah -/rən/), ox-oxen (tambah -/ən/). Tentu saja variasi alomorfemis tersebut tidak berdasarkan alasan-alasan fonemis. Variasi alomorfemis ditentukan oleh kaidah alomorfemis. Sebagian dapat disebut kaidah “morfofonemis” dengan alasan bahwa untuk sebagian besar kaidah semacam itu diatur oleh sesuatu penyesuaian diantara fonem yang berdekatan akibat perangkaian morfem-morfem bersangkutan; tetapi tidak seluruhnya.
E.
Morfem,
morf, dan alomorf
Morfem itu pada umumnya berwujud abstrak. Morfem terikat
yang bersangkutan dapat kita rumuskan sebagai {mə(N)-}; kurung kurawal lazim
dipakai untuk mengapit sebuah morfem bila penandaan itu perlu atau berguna.
Unsur abstrak adalah symbol N yang menyatakan adanya nasalisasi, dan kurung
biasa yang mengapit simbol tersebut untuk menyatakan bahwa penyengauan tadi
tidak selalu direalisasikan. Kaidah-kaidah morfofonemisnya masih memiliki unsur
konkrit secara fonemis, yaitu adanya suatu sibilant. Satu-satunya cara untuk
merumuskan morfem penjamakan kata benda dalam bahasa Inggris seharusnya adalah:
{jamak}, atau entah sembarang simbol yang lain (misalnya{J}) yang kita
kehendaki, asalkan realisasi alomorfemis tidak tampak dalam bentuk fonemis,
karena dasar umum fonemis untuk semua alomorf morfem {jamak} tersebut tidak
ada. Morf sebetulnya tidak lain dari salah satu bentuk alomorfemis dari suatu
morfem, tetapi bentuk yang hendak dipilih dianggap mewakili secara kongkrit
morfem yang bersangkutan. Istilah “morf” dipakai demi manfaat praktisnya.
Misalnya bila kita menguraikan morfologi kala lampau kata kerja inggris, maka,
sesuai dengan asas-asas di atas (dimana morfem penjamakan kata benda dalam
bahasa inggris dilambangkan sebagai {jamak}), dapat kita pakai pelambangan
{lampau} misalnya. Tetapi seringkali hal itu tidak praktis; lebih gampang
memakai pelambangan {-id} saja (atau malah dalam bentuk otografisnya, yaitu
{-ed}), walaupun hal itu kurang cocok dengan pembentukan waktu lampau kata
kerja “kuat” (strong verb), misalnya bila go menjadi went.
F.
Asimilasi
morfofonemis
Konsep asimilasi dalam istilah “asimilasi morfofonemis”
lebih luas daripada asimilasi fonetis dan asimilasi fonemis. Dalam asimilasi
fonetis ada penyesuaian suatu bunyi pada suatu bunyi yang lain, tetapi
identitas fonem dipertahankan, jadi perubahan yang bersangkutan terjadi sebagai
variasi alofonemis saja. Asimilasi morfofonemis terdapat pada batas morfem
saja, dan sedemikian rupa sehingga satu dari morfem yang berdampingan itu
adalah morfem imbuhan.
G.
Beberapa
jenis morfem; proses morfemis
Morfem-morfem dapat dibedakan juga menurut proses mana yang
dapat dihasilkan dengannya. Morfem-morfem yang dapat dipakai untuk proses
tersebut ialah: (a) afiks; (b) klitika; (c) modifikasi intern; (d) reduplikasi;
(e) komposisi. Nama proses yang dihasilkan adalah: (a) afiksasi; (b) klitisasi;
(c) modifikasi intern; (d) reduplikasi; (e) komposisi. Untuk (c) sampai (d)
dapat dipakai sebagai nama proses. Nama proses “klitisasi” tidak lazim
digunakan para ahli lingguistik.
H.
Afiksasi
Afiksasi adalah penambahan dengan afiks . Afiks itu selalu
berupa morfem terikat, dan dapat ditambah pada awal kata (prefiks) dalam proses
yang disebut prefikasi, pada akhir kata (safiks) dalam prosses yang disebut
sufiksasi, untuk sebagian pada awal kata serta untuk sebagian pada akhir kata
(konfiks, ambifiks, atau simulfiks) dalam proses yang disebut konfiksasi,
ambifiksasi atau simulfiksasi, atau di dalam kata itu sendiri sebagai suatu
“sisipan” (infiks) dalam proses yang disebut infiksasi . Proses afiksasi amat
berbeda-beda dalam berbagai bahasa. Prinsipnya selamanya konfiks tidak sama
dengan prefiks plus sufiks.
I.
Klitisasi
Istilah klitika jarang dipakai, biasanya kita temukan
istilah proklitik, enklitik. Proklitika adalah klitika pada awal kata, dan
enklitika terdapat pada akhur kata. Istilah klitika (pro- dan en-) sering
dipakai untuk menyebutkan kata-kata singkat yang tidak beraksen dan oleh karena
itu selalu harus ‘bersandar’ pada suatu kata yang beraksen sebagai
kokonstituennya. Menurut pengertian ini suatu klitika paling sedikit bisa
berupa kata, jadi morfem bebas. Dalam pengertian kita di sini klitika adalah
selalu morfem terikat. Sebagai contoh klitika dalam bahasa Indonesia: akhiran
–lah, -kah, dan –pun.
J.
Modifikasi
intern
Istilah “modifikasi intern” dipinjam dari istilah Inggris
internal modification. Yang dimaksudkan di sini ialah perubahan vocal, misalnya
dalam proses morfemis kata-kata Arab tertentu. Modifikasi demikian kita temukan
pula dalam banyak bahasa Indo-Eropa, dalam kata kerja “kuat” misalnya, seperti
dalam bahasa Inggris: sing-sang-sung, take-took-taken, dan lainnya. Alasan
untuk menolak penafsiran modifikasi intern sebagai proses morfemis dalam
contoh-contoh tadi cukup meyakinkan. Seandainya kita tafsirkan demikian, maka
secara konsekwen harus kita simpulkan pula bahwa ada morfem akar m-nd-r,
b-l-k, -ayur, dan untuk hal itu tidak ada paralel dalam morfologi bahasa
Indonesia.
K.
Reduplikasi
Proses reduplikasi (reduplication) terdapat dalam banyak
sekali bahasa, meskipun dalam bahasa “tipe” tertentu hampir tidak dijumpai.
Konstituen yang dikenal reduplikasi dapat monomorfemis, dapat polimorfemis
juga: meja-meja, kebun-kebun, ancaman-ancaman, perkecualian-perkecualian, dan
lainnya. Reduplikasi seperti itu disebut reduplikasi penuh (full reduplication):
seluruh bentuk asal direduplikasikan.
L.
Komposisi
Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem asal
yang menghasilkan satu kata. Seperti sudah diuraikan di atas kata majemuk
terdiri atas dua atau lebih morfem asal.
M.
Afiksasi
dan paradigma
Afiksasi sering dikatakan menghasilkan suatu “paradigma”.
Paradigma adalah daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem
asal yang sama. Dalam ilmu lingguistik ada dua pengertian mengenai paradigma
tadi: (a) Semua perubahan afiksasi yang mempertahankan identitas kata; (b)
semua perubahan yang melampaui identitas kata. Misalnya dalam hal (a) terdapat mengajar,
diajar, ajar, mengajarnya, diajarnya, kuajar, kauajar, dan boleh dikatakan
bahwa semua hasil afiksasi tersebut tidak meninggalkan identitas kata, yang
kita identitaskan lazimnya dengan memilih bentuk yang berawalan /mə(N)-/: dalam
hal ini mengajar. Pengertian (b) tentang istilah “paradigma” sudah tidak
begitu umum lagi dan lebih lazim pengertian (a) dipakai. Jadi pengertian
istilah “paradigma” disempit dengan cara itu, karena daftar lengkap perubahan
afiksasi menurut cara (b) jauh lebih panjang daripada daftar yang dihasilkan
dengan cara (a).
N.
Fleksi
dan derivasi
Istilah “fleksi” atau “infleksi” berarti semua perubahan
paradigmatic yang dihasilkan dengan proses morfemis manapun, entah dengan
afiksasi, modifikasi intern, entah dengan reduplikasi yang parsial; variasi
paradigmatic dengan reduplikasi penuh tidak lazim disebut fleksi. Derivasipun
tidak harus terjadi dengan proses afiksasi saja, karena modifikasi intern atau
reduplikasi dapat dipakai juga. Infleksi afiksasionil terbatasi pada paradigma
itu. Semua proses afiksasi yang lain termasuk derivasi. Berbeda dari kaidah
fleksi, kaidah derivasi merupakan kaidah berurutan. Misalnya kata mengajar
diderivasikan dari morfem asal ajar, tetapi pengajar diderivasikan dari
mengajar dulu, dan baru melalui mengajar dari ajar. Akhirnya proses fleksi
lazimya diberi nama khusus menurut kelas kata yang mengalami prose situ. Fleksi
kata kerja disebut “konyugasi” (conjugation) dan fleksi kata benda, kata sifat
dan kata ganti disebut “deklinasi” (declination).
O.
Produktivitas
Proses
morfemis dibagi atas yang “produktif” (productive) dan yang tidak produktif
(nonproductive). Proses morfemis dikatakan produktif bila dapat diterapkan pada
konstituen yang tidak lazim, atau belum pernah mengalaminya, dan proses
tersebut dikatakan bersifat tidak produktif bila tidak dapat diterapkan pada
konstituen yang belum pernah mengalaminya. Proses morfemis yang tidak produktif
menghasilkan suatu daftar “tertutup” (closed list), dan proses produktif
menghasilkan suatu daftar “terbuka” (open list).
P.
Beberapa
istilah tambahan
Dalam
proses paradigmatic biasanya ada beberapa “makna” yang dinyatakan oleh
perubahan paradigmatis itu. Di sini disebutkan: jumlah, orang, jenis, kala,
diatesis, aspek, modus, kasus. Jumlah dibedakan sebagai tunggal (singular),
jamak (plural) dan dual (aksenkan pada silabe kedua). Orang dibagi atas orang
pertama, kedua, dan ketiga dan dalam banyak bahasa orang pertama jamak terdiri
atas jamak eksklusif (exclusive) dan jamak inklusif (inclusive). Jenis ada
bermacam-macam: dalam beberapa bahasa Indo-Eropa dibedakan maskulin (maculine),
feminine (feminine) dan neutrum (neuter), tetapi dalam bahasa tertentu ada jauh
lebih banyak. Bila kala terdapat dalam suatu bahasa, sering kita temukan kala
sekarang (present), kala lampau (past), kala yang akan datang (future).
Diatesis sering sekali dibedakan atas aktif (active) dan pasif (passive),
tetapi ada beberapa bahasa yang memiliki diatesis medial (middle voice atau
medium). Aspek terdapat sebagai eventif (eventive), progresif (progressive) dan
inkhoatif (inchoative). Modus terdapat sebagai indikatif (indicative) dan
konyungtif atau subyungtif (conjunctive; subjunctive).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar