Kamis, 05 Juli 2012

BASTRA EDISI 47_SOSIOLOGI SASTRA


SOSIOLOGI SASTRA
Oleh Nikarlina*

            Sastra menampilkan kehidupan, sementara kehudupan itu sendiri adalah kenyataan sosial. Melalui karya  sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada didalamnya. Agar mendapat pemaknaan yang mendalam dan kaya saat menikmati sebuah karya sastra maka kita dapat menggunakan berbagai pendekatan. Namun, untuk dapat mengetahui bagaimana hubungan karya sastra dengan masyarakat dan lingkungannya maka dapat digunakan pendekatan sosiologi sastra.
            Ada beberapa ahli kemudian memberikan pemahamannya mengenai sosiologi sastra. Dan diantara pendapat mereka ada yang sepemahaman namun ada pula yang berbeda. Menurut Soemanto (1993 : 56) sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi dan implikasi epistemologis yang berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Sementara itu Levin (1973:56) mengungkapkan bahwa penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut.  
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia( 1989: 855 ). sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan soaialnya, kondisi ekonimi serta khalayak yang ditujunya.
Kemudian Sapardi Djoko Damono menyebutkan bahwa ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologi sastra yang antara lain adalah pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka dan pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan yang kemudian dicari aspek-aspek sosial dari karya sastra tersebut(1978:2).
              Istilah "sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mudak terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu begitulah yang diungkapkan oleh Abrams (1981:178).
Pendapat lain mengatakan sosiologi sastra dengan sendirinya mempelajari sifat hubungan antar anggota masyarakat sastra dan mengetahui sebab-sebab terciptanya hubungan itu dengan segala akibatnya(Jakob Soemardjo; 1979:11). Lebih lanjut dikatakan oleh Jakob Soemardjo bahwa hal tersebut dikarenakan pengarang merupakan salah satu anggota masyarakat, maka tak mengherankan kalau terjadi interelasi dan interaksi antara pengarang dan masyarakatnya dan tentu selalu dapat ditarik sifat hubungan antara sastra dgn masyarakat tempat pengarang hidup(1979:15). Oleh karena itu, suatu karya sastra seringkali dianggap sebagai ekspresi pengarang.
Sosiologi sastra sebagai suatu pendekatan pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan sosio sastra atau pendekatan sosiokultural terhadap sastra. Kedua pendekatan tersebut menunjukkan satu kesamaan yaitu memberi perhatian terhadap sastra sebagai lembaga sosial yang dicipta oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.
Pendekatan sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan orang saat ini antara lain hanya menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sastra. Landasannya adalah suatu gagasan bahwa sastra merupakan cermin langsung dari berbagai struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas dan lain-lain.
Dari segi sosiologinya,menurut jakob Soedarmono sastra Indonesia dapat digolongkan sebagai berikut:
1.Pada zaman pengaruh kebudayaan Hindu sekitar abad pertama sampai kira-kira abad ke-16 kita mengenal adanya sastra istana.
2.kurang lebih pada abad ke-13 sampai abad ke-17(tahun 1900) kita mengenal sastra Islam.
3.pada tahun 1908 sampai tahun 1942 kita mengenal sastra Balai Pustaka, yang lahir sebagai refleksi golongan menengah atas.
4.Tahun 1945 sampai sekarang(masa kemerdekaan) kita mengenal sastra golongan masyarakat menengah atas(1979:19).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi dan sosiologi sastra membahas masalah yang sama karena keduanya berurusan dengan masalah sosial. Adapun perbedaan diantara keduanya adalah sosiologi analisisnya bersifat objektif sedangkan sosiologi sastra bersifat subjektif.
              Menurut Damono (1977:3) sekalipun teori sosiologi sastra sudah diketengahkan orang sejak sebelum Masehi, dalam disiplin ilmu sastra, teori sosiologi sastra merupakan suatu bidang ilmu yang tergolong masih cukup muda berkaitan dengan kemantapan dan kemapanan teori ini dalam mengembangkan alat-alat analisis sastra yang relatif masih labil dibandingkan dengan teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra.
Pendekatan jelas merupakan hubungan antara sastra dan masyarakat,  literature is an exspreesion of society, artinya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Maksudnya masyarakat mau tidak mau harus mencerminkan dan mengespresikan hidup menurut pendapat Wellek and Werren ( 1990: 110 ).
Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat oleh Wellek dan Werren dapat diteliti melalui:
1.  Sosiologi Pengarang
Menyangkut masalah pengarang sebagai penghasil Karya satra. Mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial pengarang, dan ketertiban pengarang di luar karya sastra.
 2.  Sosiologi Karya Sastra
Menyangkut eksistensi karya itu sendiri, yang memuat isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri, dan yang berkaitan masalah-masalah sosial.
3.  Sosiologi Pembaca
Mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana dampak sosial sastra bagi masyarakat pembacanya ( Wellek dan Werren, 1990: 111 ).
Beberapa pengertian dan pendapat di atas menyimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi masyarakat, termasuk latar belakang kehidupan pengarang dan pembaca karya sastra.
*Mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2011

Rabu, 04 Juli 2012

Kataku: Malam Pulanglah


Malam pulanglah
Sejenak kita bersajak di taman angan
Dan mengisap cerutu lagi sambil menertawakan ajal yang menguntit kita
Sebab kita tahu kelam akan tetap seperti ini

Malam pulanglah
Berikan kesempatan bagi pelacur jalang untuk menjajakkan kemaluannya
Dan hidung belang akan memilih kemaluan yang mana lagi akan ia nikmati malam ini 
Seperti kau yang selalau menikmati kepolosan senja

Malam pulanglah
Jangan berorasi di depan gedung parlemen itu sebab mereka semua adalah tukang orasi
Dan suatu waktu pada kelas besar ia akan mengisi pengetahuan tentang kiat korupsi kelas cerdas
Yang tidak diajarkan Tuhan kepada nabinya
Yang tidak diajarkan nabi kepada ummatnya 

Malam pulanglah
Biarkan presiden sejenak beristirahat dari ketakutannya saban hari
Dan bermimpi agar negara ini akan menjadi surga bagi mereka yang bernama rakyat
Bermimpi agar tidak ada konflik agama, suku dan wilayah lagi
Bermimpi agar tidak ada lagi pencuri dikantor sendiri
Bermimpi agar kasus makar negara ini dapat diselesaikan
Karena presiden keenakan mengurusi pidato yang akan ia bacakan tiap diperayaan kemerdekaan
Dan kita terpaksa menerima semua ini sebagai kutukan turunan


Malam aku tak tahu pada siapa aku akan mengadu
Ketika Tuhan mulai mengeluh dan manusia menjadi lugu
Aku hanya berharap subuh juga tidak menolak hadir
Agar adzan berkumandang dan kita bangun lagi
Menikmati rutinitas palsu kita lagi


Malam Juli 2012